Beberapa waktu lalu diberitakan aktivis LSM Magetan bertemu, bersilaturahmi dan berkomunikasi dengan Penjabat (Pj) Bupati Magetan Hergunadi didampingi dengan beberapa Kepala OPD terkait di lingkungan Pemkab Magetan. Suasana pertemuan yang penuh dengan kehangatan dan diselingi dengan canda-tawa diantara para undangan yang hadir pada waktu itu, menunjukkan keakraban dan kekeluargaan diantara mereka.
Di satu sisi momentum silaturahmi dan komunikasi antara aktivis LSM Magetan dengan jajaran Pemkab Magetan harus tetap terpilihara dengan baik, tetapi di sisi lain pertemuan seperti ini jangan hanya dijadikan sebagai sebuah kegiatan seremonial semata tanpa ada hal yang secara substansial menelorkan sebuah gagasan, ide, dan pemikiran untuk kemajuan Magetan.
Pengantar
LSM adalah singkatan dari Lembaga Swadaya Masyarakat. LSM merupakan lembaga atau organisasi non-pemerintah atau yang biasa disebut Non-Government Organization (NGO). LSM didirikan independen dari pemerintah atau oleh masyarakat sipil/umum, baik perorangan maupun sekelompok orang.
Pengertian LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi non-pemerintah ini bercirikan organisasi bukan bagian dari pemerintah, birokrasi, ataupun negara.
(Glossary HAM)
Membentuk suatu organisasi, perkumpulan atau apapun namanya merupakan suatu perwujudan dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan: “Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.
Di Indonesia, LSM berdiri dari beberapa organisasi dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. LSM populer pada tahun 1970 ketika sedang terjadi krisis di Indonesia, kemiskinan, kerusakan lingkungan, pelarian politik, kekerasan oleh negara.
Untuk pertama kali LSM dikenal melalui UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan bergerak dalam hal-hal yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup. Kemudian dalam perkembangannya LSM mempunyai lingkup kegiatan yang tidak terbatas pada lingkungan hidup saja.Adapun mengenai peraturan organisasi kemasyarakatan seperti LSM diatur dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Atau biasa disebut UU Ormas.
LSM adalah sebuah kekuatan tersendiri dalam model tiga sektor (three sector models), yang terdiri dari pemerintah sebagai sektor pertama, dunia usaha sebagai sektor kedua, dan lembaga voluntir (sukarela) sebagai sektor ketiga.
LSM berkedudukan sebagai lembaga penengah yang menengahi pemerintah dan warga negara dalam berbagai hal. Bisa jadi LSM sebagai “telinga” untuk mendengar aspirasi masyarakat dan keinginan rakyat dan bisa juga sebagai “corong” atau “speaker” dalam menyampaikan aspirasi dan keinginan masyarakat agar didengar oleh pemerintah.
Kerap kali, LSM memang harus bersikap kritis terhadap pemerintah, tetapi adakalanya LSM bertindak pula sebagai penjelas dan pengurai kebijakan atau keputusan pemerintah. Sikap kritis itu hendaknya dipahami, karena LSM itu memang tumbuh sebagai kekuatan pengimbang, baik terhadap pemerintah maupun swasta. Kekuatan pengimbang ini diperlukan agar mekanisme demokrasi dapat bekerja. Selain itu, LSM tidak mesti dapat dinilai sebagai kekuatan oposan, karena LSM adalah mitra dari pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan.
LSM dan Penguatan Civil Society
Berbicara mengenai LSM sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari civil society, karena LSM merupakan tulang punggung dari civil society yang kuat dan mandiri. Sedangkan pemberdayaan civil society merupakan sine qua non bagi proses demokratisasi di Indonesia.
LSM mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat dan LSM sebagai alternatif untuk munculnya civil society (Afan Gaffar). LSM dapat memainkan peran yang sangat penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society yang dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran (Muhammad AS Hikam).
Konsep mengenai civil society sendiri dapat diartikan sebagai suatu tatanan sosial atau masyarakat yang memiliki peradaban (civilization) dimana didalamnya terdapat asosiasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun sebuah jaringan hubungan berdasarkan berbagai ikatan yang sifatnya independen terhadap negara.
Kegiatan masyarakat sepenuhnya bersumber dari masyarakat itu sendiri, sedangkan negara hanya merupakan fasilitator. Akses masyarakat terhadap lembaga negara dijamin dalam civil society, artinya individu dapat melakukan partisipasi politik secara bebas. Warga negara bebas mengembangkan dirinya secara maksimal dan leluasa dalam segala aspek kehidupan yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan bidang-bidang lainnya.
Menurut Einstadt dalam Afan Gaffar, civil society memiliki empat komponen sebagai syarat; pertama otonomi, kedua akses masyarakat terhadap lembaga negara, ketiga arena publik yang bersifat otonom dan keempat arena publik yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat. Berdasarkan komponen-komponen tersebut, civil society mempersyaratkan adanya organisasi sosial politik dan kelompok kepentingan yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.
Diantara organisasi sosial dan politik yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi adalah LSM dan media massa. LSM memiliki tingkat keleluasaan bergerak, serta kebebasan dan kemandirian yang cukup tinggi yang dapat dijadikan sumber daya politik yang potensial dalam menyiapkan civil society.
Dalam artian civil society sebagai suatu ruang publik antara negara dan masyarakat. Kekuasaan negara dibatasi didalam ruang publik oleh partisipasi politik masyarakat dalam rangka pembentukan kebijaksanaan publik. Dalam konteks ini LSM cukup potensial ikut menciptakan civil society karena dengan kemampuannya yang mampu mengisi ruang publik.
Sebuah Refleksi
Peran LSM begitu besar yang dibangun atas dasar kesadaran kolektif membuat sebuah wadah untuk melaksanakan pembangunan. Peran besar ini harus didukung, baik dari masyarakat maupun pemerintah sebagai mitra untuk bersama- sama menjaga agar LSM berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Namun pada saat ini secara realita sekarang terdapat LSM yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan tidak sesuai dengan peraturan Undang-Undang yang ada, terdapat LSM yang menyalah gunakan tujuannya demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya.
Dalam kondisi semacam ini seharusnya LSM dapat mengambil peran untuk memperbaiki kondisi yang ada, dalam rangka menciptakan civil society yang kuat dan mandiri. LSM dapat memilih sikap pertama sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power). Peranan ini tercermin pada upaya LSM mengontrol, mencegah, dan membendung dominasi dan manipulasi pemerintah terhadap masyarakat. Peranan ini umumnya dilakukan dengan advokasi kebijakan lewat lobi, pernyataan politik, petisi, dan aksi demonstrasi.
Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat yang diwujudkan lewat aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi. Peranan ini umumnya dilakukan dengan cara pendidikan dan latihan, pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat.
Ketiga, sebagai lembaga perantara (intermediary institution) yang dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi yang bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarat dengan LSM dan antar LSM sendiri dengan masyarakat. Peranan ini umumnya diwujudkan melalui cara lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan, dan kerjasama antar aktor (Adi Suryadi Culla). LSM harus menegaskan identitasnya kepada masyarakat luas mengenai prinsip-prinsip LSM dengan memberikan sumbangsih nyata, atau action nyata kepada masyarakat. Semoga!
Oleh : Muries Subiyantoro
Guru BK SMPN 1 Magetan, Pegiat Demokrasi, dan Penggagas LoGoPoRI
(Local Government and Political Research Institute) Magetan