Berada Dekat Rumah Kades, Cucian Pasir yang Diduga Tanpa Izin Bebas Beraktivitas

Kondisi tempat cucian pasir di Desa Kembangan yang diduga belum mempunyai perizinan.(Daniel/Lensamagetan.com)

MAGETAN (Lensamagetan.com) – Keberadaan tempat pencucian pasir di Desa Kembangan, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Magetan, menuai pertanyaan dari berbagai pihak. Salah satu sorotan utama adalah soal kelengkapan izin operasional dari usaha tersebut yang belum diketahui secara pasti.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Desa Kembangan, Yani Maryadi, mengaku tidak mengetahui status perizinan tempat pencucian pasir yang lokasinya berada tak jauh dari rumahnya.

“Saya tidak tahu kalau perizinannya sudah lengkap atau belum,” ujarnya kepada awak media.

Yani menjelaskan bahwa usaha tersebut merupakan milik Arif, salah satu warga Desa Kembangan, yang sebelumnya memang telah menyampaikan niat membuka usaha tersebut.

“Memang mas Arif pernah datang ke saya dan menyampaikan soal rencana buka usaha cucian pasir, tapi kalau soal izin, saya tidak ikut campur. Terus nek masyarakat e arep usaha kon pie maneh,” imbuhnya.

Menurut keterangan Yani, usaha cucian pasir tersebut baru berjalan sekitar 2 bulan lebih, dan para pekerjanya pun masyarakat sekitar.

Namun, pernyataan Yani berikutnya justru memantik kontroversi. Ia menyebut bahwa proses perizinan usaha seperti itu kerap dianggap sulit, dan bahkan menyarankan agar pelaku usaha tak perlu mengurus izin.

“Kalau memang ngurus izinnya susah, ya mending nggak usah ijin sekalian,” katanya.

Lebih lanjut, Yani juga menanggapi keberadaan awak media yang menyoroti persoalan ini. Ia terkesan keberatan jika usaha milik warganya itu diperiksa atau diberitakan.

“Kalau memang sampean dari media, yo gak usah ngrusuhi,” ungkapnya.

Entah ada apa antara kepala desa dengan pengelola tempat cucian pasir tersebut, namun sikap yang ditunjukkan seolah-olah menunjukkan keberpihakan yang tidak wajar.

Yang jelas sesuai aturan, usaha cucian pasir, diperlukan banyak perizinan, diantarnya Nomor Induk Berusaha (NIB), izin usaha pertambangan (jika ada kegiatan penggalian), dan juga izin lingkungan seperti SPPL atau UKL-UPL. Selain itu, lokasi usaha juga harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk perizinan terkait penggunaan lahan dan dampak lingkungan.

Aktivitas cucian pasir ilegal, atau penambangan pasir tanpa izin, dapat dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pelaku dapat terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Selain itu, untuk penadah barang hasil tambang atau pasir cucian ilegal juga dapat dipidana, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.(niel/red)