MAGETAN (Lensamagetan.com) – Hari ini, 28 Oktober 2025, Indonesia kembali memperingati Hari Sumpah Pemuda. Lebih dari sekadar seremonial tahunan, peringatan ini haruslah menjadi momen refleksi mendalam, terutama bagi generasi muda yang kini menjadi penentu arah bangsa.
Sembilan puluh tujuh tahun silam, tiga janji sakral, ‘satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa’, berhasil menyatukan keberagaman untuk mencapai kemerdekaan. Di tengah hiruk pikuk globalisasi dan kecepatan era digital, makna sumpah tersebut tidak luntur, justru berevolusi menjadi sebuah mandat baru.
Makna Sumpah Pemuda Kontemporer: Persatuan dalam Ruang Siber
Sumpah Pemuda pada 1928 adalah deklarasi persatuan geografis dan kultural. Hari ini, persatuan itu diuji di dimensi yang berbeda: ruang siber.
- Satu Tanah Air: Kedaulatan Digital. Ikrar “bertumpah darah satu, tanah air Indonesia” kini menuntut pemuda untuk menjaga kedaulatan informasi dan data negara. Hal ini berarti menjunjung tinggi etika digital, melawan peretasan, dan memastikan bahwa aset digital bangsa tersimpan aman dan berada di bawah kendali sendiri. Tanah air tidak lagi hanya sebatas batas geografis, tetapi meluas hingga ke domain digital.
- Satu Bangsa: Memori Kolektif dan Toleransi Digital. “Berbangsa satu, bangsa Indonesia” mengandung arti menjaga identitas kolektif. Di era digital, hal ini diterjemahkan sebagai tanggung jawab untuk merawat toleransi di media sosial. Pemuda harus menjadi garda terdepan dalam melawan disinformasi, hoaks, dan ujaran kebencian yang berpotensi memecah belah bangsa. Semangat persatuan harus diwujudkan melalui konten positif dan edukasi literasi digital.
- Satu Bahasa: Standardisasi Komunikasi Inklusif. Ikrar “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” mengingatkan akan pentingnya komunikasi yang seragam. Dalam konteks modern, ini mencakup penggunaan bahasa yang baik dan benar, baik dalam komunikasi formal maupun di ranah daring. Selain itu, ini juga menyangkut upaya standardisasi sistem digital dan arsip nasional agar mudah diakses dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkendala sekat digital.
Tantangan Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045
Untuk mengamalkan Sumpah Pemuda, generasi muda saat ini dihadapkan pada sejumlah tantangan krusial yang harus diatasi dengan semangat persatuan dan inovasi:
- Jurang Keterampilan dan Pengangguran Digital: Meskipun diklaim sebagai ‘generasi digital’, banyak pemuda masih belum memiliki keterampilan teknis dan vokasional yang relevan dengan kebutuhan industri 4.0. Tingkat pengangguran usia muda yang tinggi menuntut solusi nyata melalui kolaborasi pendidikan, industri, dan pelatihan mandiri.
- Ancaman Kesehatan Mental dan Kecanduan Digital: Tekanan sosial-ekonomi, arus informasi yang masif, dan ketergantungan pada gawai memicu masalah kesehatan mental, termasuk kecanduan judi online dan media sosial. Pemuda perlu memiliki kesadaran kolektif untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat dan suportif.
- Literasi Kritis dan Disinformasi: Banjir informasi membuat pemuda rentan menjadi korban atau penyebar hoaks. Tantangannya adalah meningkatkan literasi kritis, kemampuan memverifikasi fakta, dan menggunakan teknologi sebagai alat untuk edukasi, bukan sekadar hiburan atau penyebaran kebencian.
- Perubahan Iklim dan Lingkungan: Isu keberlanjutan global semakin mendesak. Pemuda harus mengambil peran progresif dalam inovasi ramah lingkungan dan advokasi kebijakan untuk mitigasi perubahan iklim, mewujudkan “Tanah Air” yang lestari.
- Partisipasi Politik dan Sosial: Tingkat partisipasi pemuda yang fluktuatif dalam proses politik dan kegiatan sosial menunjukkan perlunya penguatan kepemimpinan dan kesadaran berbangsa. Semangat 1928 harus diterjemahkan menjadi kontribusi nyata, bukan hanya di media sosial, tetapi juga di ruang publik dan kebijakan.
Berani Berkarya, Bersatu dalam Aksi
Sumpah Pemuda bukanlah sekadar warisan sejarah, melainkan kontrak sosial abadi yang menuntut implementasi nyata di setiap era. Pada 28 Oktober 2025, tantangan pemuda Indonesia bukan lagi melawan penjajah fisik, melainkan musuh-musuh baru: perpecahan digital, kemiskinan keterampilan, dan degradasi lingkungan.
Momentum ini adalah panggilan untuk berkolaborasi dan berkarya. Jadikan teknologi sebagai panggung untuk mengobarkan semangat persatuan, menciptakan inovasi yang memajukan bangsa, dan meneguhkan karakter sebagai pewaris sah dari tekad luhur tahun 1928. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, semangat itu harus terus menyala, tidak hanya di dada, tetapi juga dalam setiap ketukan jari di dunia digital.
Oleh : Anton Suroso (Sekretaris PWI Magetan dan Bendahara SMSI Magetan).










