Mengangkat Sejarah Dusun Bangunsari, Kelurahan Sukowinangun Gelar Kirab Gunungan

Kepala Kelurahan Sukowinangun, Agus Dwi Ariyanto bersama jajaran Forkopimca Magetan saat acara Kirab Gunungan Berdirinya Dukuh Bangunsari.(Daniel/Lensamagetan.com)

MAGETAN (Lensamagetan.com) – Menyemarakkan bulan Muharram atau Suro, berbagai desa dan kelurahan di Kabupaten Magetan mengadakan kegiatan budaya dan ritual bersih desa. Salah satunya adalah Kelurahan Sukowinangun, Kecamatan Magetan, yang menggelar Kirab Gunungan sebagai bagian dari pelestarian budaya dan pengenalan sejarah terbentuknya Dusun Bangunsari, Sabtu (19/7/2025).

Acara yang berlangsung dengan meriah ini tak hanya menjadi momen kebersamaan masyarakat, namun juga menjadi wadah edukasi sejarah lokal bagi generasi muda. Kirab ini diiringi fragmen drama yang mengisahkan proses terbentuknya Dusun Bangunsari, yang dulunya merupakan gabungan dari tiga dusun kecil yaitu Bandengan, Celelek, dan Sabontoro.

“Acara ini bertujuan untuk mengenang dan memperkenalkan kembali sejarah terbentuknya Dusun Bangunsari kepada masyarakat, khususnya generasi muda,” jelas Nur Amin, Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Sukowinangun yang juga penggali sejarah lokal.

Lebih lanjut, Nur Amin menjelaskan bahwa cerita turun-temurun dari para sesepuh menjadi dasar digelarnya kegiatan tersebut.

Dalam kisah yang ditampilkan, Dusun Bandengan dahulu dikenal sebagai tempat seseorang menaklukkan banteng ngamuk. Dusun Celelek memiliki cerita tentang seorang pencuri yang bersembunyi dan dikejar warga, sementara Sabontoro diyakini sebagai tempat seorang kyai menyebarkan ajaran agama.

Ketiga dusun itu kemudian menyatukan visi untuk membentuk satu kesatuan wilayah yang dinamai Bangunsari — nama yang dipilih dari tiga usulan lainnya, yakni Sukosari dan Sumbersari. Bangunsari dipilih karena memiliki makna “membangun dusun dengan sari-sari kebaikan”.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan Kirab Gunungan, yang dimulai dari Jalan Srikandi menuju jalan kunti hingga finish di jalan Peretendan RT 8 RW 2. Gunungan tersebut kemudian diperebutkan oleh warga sebagai simbol berkah dan kebersamaan.

Selanjutnya ada pementasan Tari Gambyong sebagai penyambutan tamu, dilanjutkan dengan pertunjukan fragmen drama sejarah. Setelah itu, malam hari dilakukan doa bersama dan tahlil untuk memperkuat nilai-nilai spiritual warga.

Sementara itu, Kepala Kelurahan Sukowinangun, Agus Dwi Ariyanto, berharap kegiatan ini mampu mengedukasi masyarakat mengenai akar sejarah wilayahnya.

“Kita mengingat sesuai yang sudah diagendakan, yaitu menggali sejarah di Sukowinangun. Termasuk tahun lalu kita peringati bergabungnya Banjarmlati dengan Sukowinangun. Tentunya ini menggali sejarah-sejarah dengan menggandeng tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Ini sebagai pembelajaran untuk generasi penerus kita, khususnya pemuda Sukowinangun, karena sejarah di sini sangat luar biasa dan harus diketahui serta dilestarikan,” ungkapnya.

Selain itu, Agus Dwi Ariyanto, menegaskan pentingnya pelestarian nilai-nilai sejarah lokal melalui kegiatan budaya seperti Kirab Gunungan. Ia berharap, kegiatan ini tak hanya menjadi ajang perayaan semata, namun juga menjadi sarana edukasi yang bermakna bagi seluruh lapisan masyarakat.

“Kami berharap kegiatan ini bisa menjadi sarana pembelajaran sejarah bagi warga dan generasi muda, agar mereka tahu dan bangga dengan asal-usul wilayahnya,” ujarnya.

Acara ini mendapat antusias tinggi dari masyarakat yang turut serta dalam seluruh rangkaian kegiatan, menjadikan peringatan bulan Suro di Sukowinangun tidak hanya sakral tetapi juga edukatif dan mempersatukan.(niel/red)