Opini  

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik: Kompas Moral Abadi Pers di Era Digital

Anton Suroso Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Magetan.(Lensamagetan.com/dok)

MAGETAN (Lensamagetan.com) – Profesi jurnalisme memiliki peran vital sebagai pilar keempat demokrasi, yang bertanggung jawab menyajikan kebenaran kepada publik. Tugas mulia ini, yang diemban oleh insan pers, harus dijaga dengan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab sosial yang tinggi. Di tengah derasnya arus informasi digital saat ini, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dirumuskan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang terdiri dari 11 pasal, berfungsi sebagai kompas moral abadi bagi setiap wartawan, khususnya di Magetan.

​KEJ bukanlah sekadar daftar peraturan; ia adalah janji pers kepada masyarakat. Menurut pengalaman saya sejak 2016, dan saat ini berkecimpung di dunia pers sebagai Sekretaris PWI Kabupaten Magetan, Bendahara SMSI Magetan, dan Pengurus APMM Magetan, memberikan saya keyakinan bahwa memegang teguh 11 pasal ini adalah satu-satunya cara untuk menjaga marwah pers di tengah tantangan disinformasi.

Pilar Pertama: Fondasi Kredibilitas

​Tiga pasal pertama KEJ adalah fondasi yang menentukan apakah pers kita kredibel atau hanya corong kepentingan.

​Pasal 1: Independen dan Berimbang – Roh Jurnalisme

Independensi adalah roh dari jurnalisme yang kredibel. Wartawan harus bersikap independen, tidak memihak, dan intinya, dilarang beritikad buruk. Berita harus akurat, berimbang, dan tidak memihak.

​Prinsip ‘berimbang’ sering disalahpahami. Ia bukan berarti semua pihak harus puas, tetapi semua sudut pandang yang relevan harus disajikan untuk membantu publik mengambil kesimpulan sendiri. Kepercayaan publik akan hilang jika wartawan berafiliasi atau berpihak secara terang-terangan. Kita harus menjadi penyampai fakta, bukan pembela.

​Pasal 2: Profesional – Integritas dalam Tugas

Profesionalisme tidak hanya soal teknis penulisan, tetapi juga soal integritas moral. Seorang wartawan profesional harus menjunjung tinggi etika, memiliki kompetensi yang mumpuni, dan tidak boleh tunduk pada tekanan finansial atau politik yang mengancam independensi pemberitaan. Ini adalah benteng terakhir kita dari intervensi.

​Pasal 3: Verifikasi Informasi – Anti Hoaks dan Praduga Tak Bersalah

​Di era informasi masif, verifikasi (uji informasi) adalah benteng utama melawan hoaks. Pasal 3 ini sangat krusial, terutama di Magetan yang masyarakatnya sangat cepat menyerap informasi.

​Wartawan wajib menerapkan asas praduga tak bersalah. Berita harus memisahkan fakta dan opini yang menghakimi secara seimbang. Jangan sampai media menjadi alat penghakiman publik sebelum proses hukum selesai. Kewajiban kita adalah menyajikan fakta, bukan vonis.

​Pilar Kedua: Etika Konten dan Integritas Personal

​Pasal 4, 5, dan 6 mengatur batasan etis dalam konten berita dan menegakkan integritas personal wartawan.

​Pasal 4: Berita Jujur dan Etis – Batasan Sadis dan Cabul

​Jurnalisme harus menyajikan kebenaran, tetapi memiliki batasan etika dalam konten. Tujuan media adalah mendidik dan menginformasikan, bukan menimbulkan sensasi yang merendahkan martabat manusia. Pemberitaan yang terlalu sadis atau cabul melanggar batas kemanusiaan dan merusak moralitas publik. Kita harus bijak dalam memilih angle dan diksi.

​Pasal 5: Perlindungan Identitas – Empati Jurnalisme

​Pasal ini adalah wujud jurnalisme yang berempati. Perlindungan identitas korban, terutama anak-anak, dan korban/pelaku kejahatan seksual, adalah prioritas. Nama, foto, atau detail yang mengarah pada identitas mereka harus disamarkan atau tidak disebutkan sama sekali. Kita mengutamakan pemulihan korban, bukan sensasi.

​Pasal 6: Integritas Profesi – Menolak Suap

​Menjaga integritas profesi berarti menolak godaan materi atau kekuasaan. Wartawan tidak boleh menjadi ‘calo’ informasi atau ‘pemeras’ narasumber. Perlakuan seperti ‘amplop’ atau imbalan yang dapat memengaruhi objektivitas pemberitaan adalah pelanggaran etika yang fatal dan dapat mencoreng seluruh komunitas pers Magetan.

​Pilar Ketiga: Keadilan Sosial dan Interaksi Profesional

​Pasal 7, 8, dan 9 berfokus pada interaksi wartawan dengan narasumber, keadilan sosial, dan batas hak privasi.

​Pasal 7: Menghormati Kesepakatan – Hak Tolak dan Off the Record

​Hubungan antara wartawan dan narasumber harus dilandasi rasa saling percaya. Ketika narasumber menyatakan ‘ini off the record,’ wartawan wajib memegang janji itu. Jika tidak, narasumber akan kehilangan kepercayaan, dan hal ini akan merusak kredibilitas pers secara keseluruhan.

​Pasal 8: Tidak Diskriminatif – Menjunjung Kesetaraan

​Media harus menjadi alat pemersatu, bukan pemecah belah. Wartawan dilarang keras membuat berita yang didasarkan pada prasangka atau diskriminasi SARA, jenis kelamin, atau kondisi fisik. Di Magetan yang heterogen, setiap berita harus menjunjung tinggi kesetaraan.

​Pasal 9: Menghormati Hak Privasi – Batasan Kepentingan Publik

​Wartawan wajib menghormati hak privasi seseorang. Kita harus berhati-hati membedakan antara ‘apa yang publik ingin tahu’ dengan ‘apa yang publik perlu tahu’. Pengecualian hanya berlaku jika informasi tersebut benar-benar menyangkut kepentingan publik yang lebih besar, seperti isu korupsi pejabat publik.

​Pilar Keempat: Akuntabilitas dan Tanggung Jawab Korektif

​Dua pasal terakhir adalah mekanisme kontrol diri pers, memastikan bahwa media bertanggung jawab atas kekeliruan dan memberikan hak masyarakat untuk didengar.

​Pasal 10: Koreksi Berita – Wajib Memperbaiki Kekeliruan

​Kesalahan dalam pemberitaan adalah hal yang bisa saja terjadi, tetapi menolak mengakui dan memperbaikinya adalah pelanggaran etika yang serius. Koreksi harus dilakukan secepatnya, secara transparan, untuk memulihkan fakta yang benar. Ini adalah bentuk akuntabilitas.

​Pasal 11: Hak Jawab – Jembatan Rekonsiliasi

Hak jawab adalah jembatan rekonsiliasi antara media dan publik. Ini bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral. Wartawan dan medianya wajib melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional untuk mencegah kerugian nama baik.

​Kesimpulan: Janji Pers Magetan

​Di tengah derasnya arus informasi digital, Kode Etik Jurnalistik ini adalah pembeda utama antara jurnalis profesional dengan pembuat konten amatir. 11 pasal ini adalah pedoman abadi yang harus di internalisasi oleh setiap wartawan.

​Ini adalah janji pers kepada masyarakat bahwa kami akan selalu menyajikan kebenaran dengan tanggung jawab, integritas, dan rasa hormat yang tinggi. Dengan memegang teguh 11 pasal ini, pers di Magetan akan terus menjadi pilar yang kuat, kredibel, dan terpercaya.(ton/red)

Oleh: Anton Suroso (Sekretaris PWI Kabupaten Magetan)