MAGETAN (Lensamagetan.com) – Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) tahap kedua di Kabupaten Magetan telah tuntas dilaksanakan oleh 23 Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA). Namun di balik selesainya pembangunan saluran irigasi yang bersumber dari APBN Kementerian PUPR tersebut, muncul kekhawatiran adanya dugaan praktik pungutan liar berupa permintaan setoran ilegal kepada pengurus HIPPA.
Berdasarkan pantauan di lapangan, indikasi praktik pungli mulai mencuat seiring selesainya pekerjaan fisik. Sejumlah oknum tidak bertanggung jawab dilaporkan bergerilya menagih fee proyek kepada para pengurus HIPPA selaku penerima manfaat program.
Untuk melancarkan aksinya, oknum-oknum tersebut diduga mencatut nama-nama besar, mulai dari anggota DPR RI hingga pejabat daerah. Pencatutan nama ini disinyalir digunakan sebagai alat tekanan dan intimidasi agar pengurus HIPPA mau menuruti permintaan setoran.
Selain itu, terdapat pula klaim sepihak dari pihak tertentu, termasuk yang diduga berafiliasi dengan organisasi politik, yang menyebut proyek P3-TGAI sebagai hasil jasanya. Padahal, program tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat yang dialokasikan langsung melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tanpa perantara pihak mana pun.
Sebagai informasi, total anggaran P3-TGAI yang diterima setiap HIPPA sebesar Rp195 juta. Dana tersebut dicairkan dalam tiga termin, yakni tahap I dan tahap II masing-masing Rp68.250.000, serta tahap III sebesar Rp58.500.000.
Terkait munculnya isu setoran ilegal ini, peringatan keras ditujukan kepada seluruh ketua dan pengurus HIPPA agar tidak tunduk pada tekanan oknum tertentu. Mengacu pada Petunjuk Teknis (Juknis) Kementerian PUPR, program padat karya P3-TGAI dilarang keras melibatkan pihak ketiga serta tidak diperbolehkan adanya pemotongan dana dalam bentuk apa pun.
Praktik pemberian maupun penerimaan fee proyek bukan hanya melanggar ketentuan administrasi, tetapi juga berpotensi masuk dalam kategori Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pihak penerima atau pemotong dana dapat dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B Undang-Undang Tipikor terkait penyalahgunaan kewenangan dan gratifikasi.
Sementara itu, bagi pihak pemberi, ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Tipikor menyebutkan bahwa pemberi suap terancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda paling sedikit Rp50 juta.
“Jangan sampai niat membangun desa dan memperbaiki irigasi justru berujung pada persoalan hukum. Baik yang meminta maupun yang memberi sama-sama memiliki konsekuensi pidana yang berat,” tegas salah satu sumber berlatar belakang hukum yang mengamati pelaksanaan program tersebut.
Aksi pemotongan anggaran secara ilegal dinilai mencederai prinsip transparansi dan berpotensi merugikan keuangan negara. Jika dana P3-TGAI dipangkas untuk setoran, kualitas pembangunan irigasi dikhawatirkan menurun dan pada akhirnya merugikan para petani sebagai penerima manfaat utama.
Masyarakat serta pengurus HIPPA diimbau untuk berani menolak dan segera melaporkan kepada aparat penegak hukum apabila menemukan adanya upaya pungutan liar. Transparansi dan kepatuhan terhadap aturan menjadi kunci agar program pemerintah pusat ini benar-benar dirasakan manfaatnya secara utuh oleh petani dan masyarakat Magetan, tanpa kebocoran anggaran ke kantong pribadi oknum tertentu.(niel/red)












