MAGETAN (Lensamagetan.com) – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Magetan mengecam keras tindakan premanisme yang dilakukan oknum Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) Mantingan, Ngawi, yang menolak, mengusir, dan diduga melakukan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput dugaan kasus keracunan Makanan Bergizi (MBG) di wilayah tersebut.
Ketua SMSI Magetan, Rendra Sunarjono, menyatakan sikap tegas organisasinya, menyoroti bahwa upaya penghalang-halangan terhadap kerja wartawan merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Setiap orang dilarang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) terkait kemerdekaan pers,” ujar Rendra.
Ia menegaskan, tindakan intimidasi yang dialami rekan-rekan jurnalis di Ngawi tidak dapat dibenarkan. “Kami mengutuk keras tindakan intimidasi yang menimpa rekan-rekan jurnalis di Ngawi, karena wartawan dilindungi undang-undang saat menjalankan tugasnya untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Area publik bukanlah area terlarang untuk diliput, apalagi ini menyangkut isu kesehatan publik yang harus diketahui masyarakat,” tegas Ketua SMSI Magetan, Kamis (4/12/2025).
Lebih lanjut, Rendra Sunarjono mengungkapkan bahwa hambatan serupa tidak hanya terjadi di Ngawi. Pihaknya mencatat adanya pola kesulitan konfirmasi data di dapur mitra BGN, termasuk beberapa dapur SPPG di Magetan. Ia menyebutkan, wartawan menemui kesulitan yang jauh lebih ketat dibandingkan konfirmasi di kantor administrasi.
Menyikapi insiden ini, Rendra Sunarjono menekankan komitmen SMSI untuk terus melindungi kebebasan pers dan menjamin keselamatan para jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
“Kasus ini menjadi peringatan serius bagi semua pihak, terutama lembaga publik dan swasta, untuk menghormati kerja jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi yang bertugas memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada publik,” jelasnya.
Insiden yang dialami jurnalis di Ngawi ini menambah daftar upaya pembungkaman pers di tanah air. Tindakan menghalangi peliputan, apalagi disertai ancaman dan intimidasi, dinilai secara langsung dapat menghambat transparansi informasi dan mengganggu tugas fundamental jurnalis dalam menyampaikan fakta kepada masyarakat.(*)












