Prolog
Pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024 di Magetan berjalan dengan lancar, aman, dan damai. Relatif dalam proses pemungutan dan penghitungan suara tanggal 14 Pebruari 2024 lalu tidak terdapat gangguan maupun hambatan yang signifikan. Dan yang lebih membahagiakan lagi, pada pelaksanaan pemilu tahun ini tidak banyak Anggota KPPS yang mengalami sakit atau meninggal. Data terakhir hanya terdapat satu Anggota KPPS meninggal dan dua Anggota KPPS yang sakit.
Saat ini proses tahapan pemilu memasuki fase penyelesaian rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan selanjutnya akan dilanjutkan rekapitulasi penghitungan suara di tingkat KPU Kabupaten. Setelah proses rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten, maka publik akan segera mengetahui secara resmi dan pasti perolehan kursi partai politik peserta pemilu dan calon anggota legislatif terpilih berdasar perolehan kursi yang ada.
Berdasar hasil perolehan suara dan rekapitulasi penghitungan suara sementara yang telah dilakukan di tingkat kecamatan, setidaknya diperoleh gambaran kekuatan peta politik di Magetan, khususnya peta politik kursi DPRD Kabupaten Magetan. Dari hasil sementara rekapitulasi penghitungan suara, pendulum politik Magetan dipastikan akan mengalami perubahan yang signifikan.
Menoleh ke belakang sejarah pemilu di Magetan pasca reformasi 1998, pendulum atau bandul kekuatan politik selalu di dominasi oleh PDI Perjuangan. Pemilu 1999 partai banteng moncong putih mendominasi kursi DPRD Magetan dengan perolehan 21 kursi dan menempatkan kadernya menjadi Ketua DPRD Magetan. Kemenangan dan dominasi ini bertahan hingga pelaksanaan Pemilu 2019, dimana PDI Perjuangan mampu memperoleh suara dan kursi terbanyak 10 kursi DPRD Magetan dan menempatkan kadernya sebagai Ketua DPRD Magetan. Jadi, selama 5 (lima) kali perhelatan pemilu pasca reformasi 1998 (Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019), dominasi kekuatan politik PDI Perjuangan Magetan tak tertandingi.
Pendulum Politik Berubah
Pendulum atau bandul politik di Pemilu 2024 rasa-rasanya akan berubah, karena dari hasil sementara rekapitulasi penghitungan suara, diperoleh hasil Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan menjadi pemenang Pileg dengan memperoleh 8 (delapan) kursi DPRD Kabupaten Magetan. Hal ini banyak membuat kaget publik Magetan, dominasi kekuatan politik “merah” telah beralih ke kekuatan politik “hijau”. Selain itu, publik di Magetan juga banyak yang bertanya-tanya, mengapa hal itu bisa terjadi?. Apakah Pilpres menjadi faktor yang dominan mempengaruhi perubahan peta kekuatan politik Pileg di Magetan? Menurut penulis, Pilpres tidak terlalu banyak signifikan mempengaruhi, hal ini bisa dibuktikan dengan hasil Pileg di daerah sekitar Magetan, seperti Ngawi, Kota Madiun, Pacitan dan sekitarnya relatif kekuatan politik PDI Perjuangan masih terjaga bahkan mengalami kenaikan suara dan kursi.
Lantas, kira-kira faktor apa saja yang mempengaruhi sehingga pendulum politik di Magetan berubah pada Pemilu 2024?. Penulis mencoba menganalisis setidaknya terdapat 3 (tiga) faktor penting yang mempengaruhi pendulum politik di Magetan saat ini berubah. Faktor pertama, adanya perubahan Dapil Pemilu 2024. Faktor kedua, strategi pemenangan partai dalam menghadapi Pemilu 2024. Faktor ketiga, kekuatan modal atau kapital pendanaan partai dan caleg.
Sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019, Daerah Pemilihan (Dapil) Pileg di Magetan tidak mengalami perubahan, yaitu berjumlah 5 (lima) Dapil. Terdiri dari: Dapil Magetan 1 (Magetan, Ngariboyo, Parang) dengan alokasi kursi 8 (delapan). Dapil Magetan 2 (Panekan, Plaosan, Poncol, Sidorejo) dengan alokasi kursi 11. Dapil Magetan 3 (Barat, Karangrejo, Karas, Kartoharjo) dengan alokasi kursi 8 (delapan). Dapil Magetan 4 (Bendo, Maospati, Sukomoro) dengan alokasi kursi 8 (delapan), dan Dapil Magetan 5 (Kawedanan, Lembeyan, Nguntoronadi, Takeran) dengan alokasi kursi 10. Namun, pada Pemilu 2024 Dapil Pileg Magetan berubah menjadi 6 (enam) Dapil, yaitu Dapil Magetan 1 (Magetan, Panekan) dengan alokasi kursi 7 (tujuh). Dapil Magetan 2 (Barat, Karangrejo, Karas, Kartoharjo) dengan alokasi kursi 8 (delapan). Dapil Magetan 3 (Bendo, Maospati, Sukomoro) dengan alokasi kursi 8 (delapan). Dapil Magetan 4 (Kawedanan, Nguntoronadi, Takeran) dengan alokasi kursi 7 (tujuh). Dapil Magetan 5 (Lembeyan, Ngariboyo, Parang) dengan alokasi kursi 8 (delapan), dan Dapil Magetan 6 (Plaosan, Poncol, Sidorejo) dengan alokasi kursi 7 (tujuh).
Yang menarik adalah perubahan Dapil dari 5 (lima) menjadi 6 (enam) Dapil terjadi dinamika dalam pembahasannya, terdapat partai politik yang sangat getol untuk tetap melakukan perubahan menjadi Dapil yang baru, tetapi terdapat pula partai politik yang bersikukuh untuk tetap pada Dapil lama. Nah, pada posisi inilah sebenarnya dengan keputusan tetap pada perubahan Dapil yang baru, terdapat partai politik yang siap dan tidak siap dalam menghadapi perubahan Dapil tersebut. Partai yang siap menghadapi Dapil baru adalah partai yang mampu cepat beradaptasi secara politik dengan lingkungan sosial-politik yang ada di wilayah Dapilnya masing-masing.
Berikutnya, adalah strategi pemenangan partai politik dalam menghadapi Pemilu 2024. PKB adalah salah satu partai politik yang memiliki strategi paling siap menghadapi perubahan Dapil, dengan mampu menempatkan calon-calon yang berpotensi menarik suara partai (vote getter) untuk ditempatkan pada masing-masing Dapil. Caleg yang ditempatkan di masing-masing Dapil yang berpotensi menjadi vote getter tidak hanya satu atau dua orang caleg, bahkan lebih dari itu. Sehingga hal ini mengakibatkan akan bisa mendongkrak perolehan suara partai yang notebene akan bisa berpeluang untuk menambah kursi partai itu sendiri.
Di partai lain sebenarnya juga melakukan hal yang sama, namun caleg vote getter yang ditempatkan di masing-masing Dapil jumlahnya relatif lebih sedikit, sehingga tidak bisa mendongkrak perolehan suara partai secara signifikan. Makanya, ada istilah “petarung tunggal” di Dapil, yang maknanya adalah ada seorang caleg potensi bisa memperoleh suara banyak tetapi tidak diimbangi dengan kolega caleg-caleg yang lain, sehingga suara partainya tidak terdongkrak secara signifikan dan pada akhirnya tidak bisa memperoleh kursi.
Faktor terakhir adalah kekuatan modal atau kapital pendanaan partai dan caleg. Sudah menjadi rahasia umum dan sudah menjadi sebuah “kelaziman” bahwa fenomena politik uang (money politics) menjadi hal yang permissive di masyarakat. Potensi caleg baru yang mengalahkan caleg petahana dan sekaligus bisa menambah daya ungkit suara partainya adalah karena faktor modal atau kapital itu sendiri. Di masyarakat sering disebut dengan istilah “caleg petarung”, yang berarti caleg tersebut adalah caleg yang memiliki modal atau kapital besar dan berani menyebar modal yang dimilikinya untuk bisa mempengaruhi pemilih untuk memilihya, sekaligus untuk menambah perolehan suara partainya.
Fenomena merebaknya money politics ini, di satu sisi membuat kita harus menaruh keprihatinan bersama. Namun, di sisi lain masyarakat malah sangat menikmatinya. Kenyataan sosial-politik yang kontra-produktif inilah yang mengindikasikan bahwa pembangunan demokrasi masih memiliki pekerjaan rumah yang besar di masa yang akan datang.
Merebaknya money politics hampir terjadi di semua wilayah, semua tingkatan pemilihan dan melibatkan banyak aktor-aktor didalamnya. Dan, jika kita menoleh ke belakang fenomena semakin merebak dan massif nya politik uang ini adalah sejak diterapkannya proporsional terbuka dalam sistem pemilu di tanah air kita tercinta.
Oleh : Muries Subiyantoro
Guru BK SMPN 1 Magetan, Pegiat Demokrasi, dan Penggagas LoGoPoRI
(Local Government and Political Research Institute) Magetan