Opini  

Benang Kusut Koperasi Mitra Sejahtera Indonesia (MSI)

Ahmad Setiawan, SH.MH Advokat dan managing partner AS law firm.(Anton/Lensamagetan.com)

MAGETAN (Lensamagetan.com) –Beberapa hari terakhir kita dihebohkan dengan berita tentang kegaduhan Koperasi Mitra Sejahtera Indonesia (MSI) di Nguntoronadi Magetan.

Kegaduhan terjadi dikarenakan ada isu bahwa koperasi MSI tidak mampu untuk membayarkan dana kepada anggotanya. Koperasi berbeda dengan lembaga keuangan atau pembiayaan lainnya.

Koperasi mengenal istilah anggota yaitu orang yang menjadi anggota koperasi tersebut dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anggota yang lain. Sementara jika lembaga keuangan dikenal dengan istilah Nasabah, yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan lembaga keuangan tersebut baik sebagai Kreditur maupun Debitur.

DASAR HUKUM

Koperasi di Indonesia mempunyai landasan hukum yaitu Undang undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian. Undang undang ini juga sempat diganti dengan Undang undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian. Namun kemudian UU no 25 tahun 1992 ini kembali diberlakukan karena dianggap lebih sesuai dengan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Undang undang no 25 tahun 1992 ini mengatur tentang koperasi termasuk juga dengan definisi, prinsip, keanggotaan, modal usaha, kegiatan usaha, pengelolaan, pengawasan termasuk juga pembubaran koperasi.

Pada Undang undang ini juga mengatur peran pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan koperasi tersebut. Sedangkan UU no 17 tahun 2012 yang sempat menggantikan UU no 25 tahun 1992 kemudian dicabut karena dianggap tidak sejalan dengan semangat azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang menjadi dasar perkoperasian di Indonesia.

Dalam koperasi juga terdapat 7 prinsip dalam koperasi. Yang pertama Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokrasi, pembagian sisa hasil usaha/SHU dilakukan secara adil dengan jasa usaha masing masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap pemodal, kemandirian, pendidikan perkoperasian, yang terakhir adalah kerjasama antar koperasi.

Koperasi ini adalah berfungsi untuk mengembangkan dan membangun potensi anggota,diharapkan juga bisa meningkatkan kualitas SDM dan masyarakat, membantu mengembangkan usaha anggota, memperkokoh perekonomian rakyat, menyediakan kebutuhan anggota dan mewujudkan perekonomian nasional.

MODUS PENIPUAN

Penipuan berkedok koperasi seringkali terjadi melalui modus penawaran investasi yang menggiurkan dan cenderung bodong. Penipuan ini seperti memberikan pinjaman kepada diluar anggota padahal seharusnya hanya diberikan kepada anggota koperasi saja.

Pada beberapa kasus ada aktifitas bisnis yang menyimpang dari prinsip koperasi. Masyarakat harus selektif dalam memilih koperasi untuk mengindari kerugian. Modus lainnya adalah koperasi menwarkan investasi dengan iming iming keuntungan yang tinggi dan cenderung tidak realistis dan tidak memiliki dasar usaha yang jelas atau legalitas yang jelas.

Terkadang koperasi juga memberikan pinjaman kepada orang yang bukan anggota koperasi dan tidak melakukan seleksi dengan benar. Koperasi terkadang juga melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan prinsip koperasi dan tidak melakukan Rapat Tahunan Anggota(RAT). Pada skala nasional ada beberapa kasus besar koperasi seperti kasus koperasi Indosurya dan koperasi Cipaganti.

Koperasi cipaganti dikenal sebagai perusahaan rental kendaraan,kemudian seiring dengan bertambahnya waktu mereka mengubah pola kemitraan dalam bentuk uang dengan return 1,5 persen perbulan. Model usaha koperasi yang didirikan 15 februari 2002 ini tumbuh besar menjadi perusahaan yang melantai di bursa efek indonesia dan memiliki banyak usaha mulai transportasi, perhotelan dan rental alat berat.

Yang viral adalah Koperasi Indosurya karena diduga telah merugikan sekitar 23,000 korban dengan nilai kerugian mencapai Rp. 106 triliun. Pengurus Koperasi Indosurya memakai celah ketiadaan pengawasan saat menggelapkan triliunan uang anggotanya. Hal seperti itu terjadi karena dalam undang undang koperasi hanya menempatkan pemerintah sebagai pembina.

PENYELESAIAN MASALAH HUKUM

Penyelesaian masalah koperasi bisa dari beberapa sudut pandang yaitu pidana,perdata maupun arbitrase. Penyelesaian pada ranah pidana fokus pada tindakan kriminal yang mungkin dilakukan dalam koperasi seperti penggelapan,penipuan atau pencucian uang.

Jika terbukti tindakan ini dapat berakibat sangsi pidana terhadap pelaku terutama pengurus atau anggota yang terlibat. Tindakan pidana ini terjadi ketika dana koperasi yang diambil dari masyarakat disalahgunakan atau disembunyikan oleh pengurus atau anggota.

Penipuan ini bisa terjadi karena koperasi memberikan janji janji palsu atau melakukan tindakan yang menyesatkan sehingga anggota menarik dana. Pengurus koperasi bertanggung jawab secara pidana jika tindakan yang mereka lakukan mengakibatkan kerugian bagi koperasi atau anggotanya terutama jika dilakukan dengan kesengajaan.

Sangsi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana dalam koperasi berupa penjara atau denda. Dalam kasus pencucian uang hukuman bisa mencapai 20 tahun penjara atau denda 10 miliar rupiah. Dalam UU no 25 tahun 1992 mengatur sangsi bagi koperasi yang melakukan pelanggaran hukum namun undang undang tidak secara eksplisit mengatur sangsi pidana bagi koperasi sebagai badan hukum.

Penyelesaian dari ranah perdata bisa dilakukan melalui beberapa cara baik di internal koperasi maupun jalur hukum. Jika sengketa tidak bisa diselesaikan secara musyawarah maka koperasi bisa melakukan somasi atau bahkan gugatan ke pengadilan.

Penyelesaian sengketa diutamakan melalui musyawarah atau mediasi ditingkat koperasi sendiri sesuai prinsip kekeluargaan dalam koperasi. Penyelesaian melalui somasi dilakukan secara tertulis kepada anggota yang bermasalah. Rapat anggota dapat menjadi forum untuk membahas dan menyelesaikan sengketa yang terjadi.

Penyelesaian di luar jalur hukum bisa dilakukan melalui arbitrase (penyelesaian sengketa diluar pengadilan oleh pihak ke tiga yaitu mediator independen) Pengadilan biasanya mengharuskan mediasi terlebih dahulu sebelum gugatan diajukan.

Pada kasus koperasi Masyarakat Sejahtera Indonesia di Nguntoronadi banyak hal yang harus dibedah,banyak juga informasi yang belum secara terbuka diketahui publik. Masyarakat harus cerdas dalam hal menerima informasi yang berkembang.

Kita tunggu pihak pihak terkait untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya secara detail, lengkap dan akurat. Satu hal yang harus dipahami bahwa menurut pasal 34(1) Undang undang koperasi menyatakan bahwa Pengurus baik bersama sama maupun sendiri sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.

Pada ayat (2) juga disampaikan sesungguhnya pengurus koperasi yang melakukan tindakan pengurusan dan pengelolaan koperasi telah menimbulkan kerugian yang dilakukan dengan kesengajaan maka pengurus koperasi tersebut dapat dituntut secara pidana.

Harapan publik bahwa permasalahan koperasi MSI selesai dengan happy ending baik untuk anggota maupun pengurus. Peran serta Dinas Koperasi sangatlah dibutuhkan,dinkop harus menjadi mediator yang independen untuk bersama sama mencari solusi terbaik bagi semuanya.

MAGETAN KUMANDANG,YEN KABEH TUMANDANG.

OLEH : AHMAD SETIAWAN SH.MH.
ADVOKAT PENASEHAT HUKUM & DIREKTUR FIRMA HUKUM AS LAW FIRM.