NGAWI (Lensamagetan.com) – Upaya konfirmasi awak media kepada Kepala Kantor ATR/BPN Ngawi terkait dugaan kasus perceraian AAK salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan kantor tersebut hingga kini belum membuahkan hasil, Jumat (9/5/2025).
Beberapa kali awak media mencoba mendatangi kantor ATR/BPN Ngawi, namun belum pernah berhasil bertemu langsung dengan kepala kantor.
Saat ditemui pada kunjungan pertama, Sukma selaku sekretaris pribadi Kepala Kantor ATR/BPN Ngawi menyampaikan bahwa akan menjadwalkan pertemuan dengan pimpinannya.
“Pak Kepala sedang sibuk, nanti akan kami jadwalkan,” ujar Sukma waktu itu.
Namun, hingga beberapa hari setelahnya, tidak ada tindak lanjut maupun konfirmasi dari pihak kantor.
Upaya lanjutan dilakukan oleh awak media, tetapi hasilnya tetap sama. Sukma kembali menjadi satu-satunya pihak yang dapat ditemui dan menjelaskan bahwa agenda kepala kantor sedang padat sehingga belum memungkinkan untuk ditemui.
“Kemarin sudah saya sampaikan, tetapi memang bapak agendanya padat sekali,” ujarnya.
Guna mencari kejelasan informasi, tim lensamagetan.com kemudian mendatangi Pengadilan Agama (PA) Ngawi. Di sana, tim berhasil mewawancarai Humas PA Ngawi, Ade Sofyan, yang memberikan penjelasan terkait perkara perceraian ASN BPN yang tercatat dalam register perkara nomor 435/Pdt.G/2024/PA.Ngw.
“Pihak pemohon dalam perkara tersebut telah mengajukan surat permohonan izin kepada atasannya di Kantor BPN dan sampai putusan persidangan belum keluar izinnya. Selain itu, sejak awal perkara diregister, Pengadilan Agama juga telah mengirimkan surat pemberitahuan ke Kantor BPN bahwa ada pegawainya yang mengajukan gugatan cerai,” ungkapnya.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan di kalangan media dan publik, mengingat pentingnya keterbukaan informasi serta peran atasan langsung dalam memberikan izin kepada ASN yang hendak mengajukan gugatan cerai, sesuai dengan aturan kepegawaian.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kepala Kantor ATR/BPN Ngawi belum dapat memberikan keterangan resmi.
Sebagai informasi, pernikahan dan perceraian bagi ASN, TNI, maupun Polri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 wajib mendapatkan izin atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang sebelum mengajukan perceraian ke pengadilan.
Regulasi tersebut mengubah PP Nomor 10 Tahun 1983 yang secara tegas menyatakan bahwa sesuai Pasal 3: (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat.
Tujuan Izin :
Izin ini bertujuan untuk memastikan bahwa perceraian ASN tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan juga untuk memberikan kesempatan kepada instansi untuk melakukan upaya mediasi atau pembinaan untuk merukunkan kembali pasangan.
Prosedur :
ASN yang akan bercerai harus mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada atasan, yang selanjutnya akan diproses oleh instansi terkait.
Jangka Waktu :
Setelah mengajukan permohonan, atasan akan memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hierarki, dan ada jangka waktu tertentu untuk pemberian izin.
Sanksi :
Jika ASN tidak memperoleh izin perceraian, proses perceraian di pengadilan dapat ditunda atau bahkan dapat dikenai sanksi hukuman disiplin.
Pengecualian :
Ada beberapa pengecualian untuk ketentuan ini, seperti jika izin sudah diberikan dan proses perceraian telah berlangsung, atau jika terjadi keadaan yang memaksa.
Kesimpulan :
Intinya, surat izin perceraian dari atasan adalah persyaratan penting yang harus dipenuhi oleh ASN sebelum dapat mengajukan perceraian di pengadilan. Tanpa surat izin ini, perceraian ASN tidak akan sah dan dapat menimbulkan masalah hukum.(niel/red)