Opini  

Politik “Mi Instan”

Muries Subiyantoro Guru BK SMPN 1 Magetan, Pegiat Demokrasi, Penggagas LoGoPoRI, Anggota IKPNI dan juga Keluarga Pahlawan Nasional R.M.T.A. Soerjo.(Foto : Muries Subiyantoro for Lensamagetan.com)

Mi Instan menjadi salah satu makanan yang banyak digemari oleh seluruh kalangan. Mi Instan adalah mi yang sudah dikukus, digoreng, dan dikeringkan terlebih dahulu, agar kemudian dapat langsung disajikan dengan menambahkan air panas dan bumbu-bumbu yang sudah ada di dalam bungkusnya.

Adonan mi instan umumnya terdiri dari campuran tepung terigu, air, minyak goreng, dan garam. Penyajiannya yang cepat tanpa harus melalui proses memasak yang lama, menjadikan masyarakat sangat mudah mengkonsumsi mi instan.

Lantas, apa hubungannya Mi Instan dengan politik seperti judul opini saya saat ini? Akhir-akhir ini publik di tanah air disuguhkan fenomena politik yang mengejutkan tetapi juga sekaligus mengkhawatirkan terkait proses rekrutmen pejabat publik dan rekrutmen politik.

Beberapa waktu lalu tiba-tiba publik disuguhi berita tentang Kaesang Pangarep anak bungsu Presiden Jokowi resmi masuk menjadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan jarak dua hari kemudian langsung terpilih menjadi Ketua Umum PSI.

Pada saat publik di tanah air masih “terkesima” dengan kejadian Kaesang tersebut, tiba-tiba publik kembali disuguhi berita dan informasi perihal putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan sebagian permohonan atas pengujian usia pasangan calon presiden-wakil presiden menimbulkan kontroversi.

Putusan MK diatas banyak menuai sorotan publik. Bahkan hakim MK sendiri, Saldi Isra dalam dissenting opinion menyebutkan, “Baru kali ini saya mengalami peristiwa ‘aneh’ yang ‘luar biasa’ dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat”.

Putusan MK ini disinyalir sebagai upaya untuk “memuluskan” jalan Gibran Rakabuming Raka anak sulung Presiden Jokowi untuk maju sebagai Cawapres. Dan memang benar, pacsa Putusan MK tersebut akhirnya Gibran Rakabuming Raka dipinang oleh Partai Golkar untuk diajukan sebagai Cawapres dari Koalisi Indonesia Maju.

Peran dan Fungsi Partai Politik

Peristiwa Kaesang Pangarep yang dalam hitungan hari setelah menjadi anggota partai langsung dikukuhkan sebagai Ketua Umum sebuah Partai Politik dan terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres dari salah satu partai politik pasca putusan MK yang penuh kontroversial, menyisakan banyak pertanyaan dari publik.

Bagaimanakah proses kaderisasi yang ada di tubuh partai politik selama ini dilakukan? Apakah ada keistimewaan-keistimewaan tertentu dari orang-orang tertentu ketika menjadi pengurus partai politik? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Negara kita yang telah menganut sistem demokrasi menempatkan partai politik memiliki peran dan fungsi yang substansial dalam tata kenegaraan kita. Partai politik merupakan organisasi yang mengkoordinasikan calon untuk bersaing dalam pemilihan di negara tertentu.

Anggota partai politik umumnya memiliki gagasan yang sama tentang politik dan partai dapat mempromosikan tujuan ideologis atau kebijakan tertentu. Partai politik merupakan sarana warga negara untuk berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa Partai Politik merupakan salah satu pilar penting demokrasi.

Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, partai politik memiliki beberapa peran dalam sistem perpolitikan nasional, diantaranya: sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah, sebagai kendaraan seseorang untuk menjadi penyelenggara pemerintah, sebagai institusi politik yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas maupun kader politiknya, sebagai pengambil kebijakan politik, dan sebagai pengawas jalannya pemerintah.

Adapun fungsi politik yang menjadi tanggung jawab partai politik secara umum adalah pertama, sebagai sarana komunikasi politik. Dalam hal ini partai politik menjalankan tugas menyalurkan berbagai pendapat dan aspirasi masyarakat kepada pemerintah.

Kedua, sebagai sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik dapat diartikan sebagai upaya pemasyarakatan politik agar dikenal, dipahami, dan dihayati oleh masyarakat.

Ketiga, sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik mempunyai tanggung jawab melaksanakan rekrutmen politik. Artinya, partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.

Dalam pengertian ini berarti partai politik turut serta memperluas partisipasi politik dalam masyarakat.
Keempat, sebagai sarana pengatur konflik. Partai politik berusaha menyelesaikan konflik secara damai dan berusaha menjadi penengah.

Kelima, sebagai sarana artikulasi kepentingan. Partai politik bertugas menyatakan kepentingan warga masyarakat kepada pemerintah dan badan-badan politik yang lebih tinggi. Keenam, sebagai sarana agregasi kepentingan. Dalam hal ini partai politik merumuskan program politik yang mencerminkan gabungan tuntutan-tuntutan dari partai-partai politik yang ada dalam pemerintahan dan menyampaikannya kepada badan legislatif.

Politik Jalan Pintas

Pilihan politik Kaesang Pangarep untuk berlabuh ke PSI, mengisyaratkan partai itu menjanjikan jalan pintas ke puncak jabatan. Karena jika berlabuh ke partai lain, harus melewati proses pengkaderan berjenjang dan lama untuk bisa menjadi pemimpin partai politik. Kompetisi internal di partai lain juga lebih ketat.

Belum ada jabatan publik yang Kaesang Pangarep pernah duduki dan belum ada jabatan teras partai politik yang pernah dipimpin. Lalu mengapa pimpinan PSI dalam sekejap memilih Kaesang Pangarep sebagai ketua umum? Jawaban yang logis dan bisa diterima akal sehat adalah Kaesang Pangarep anaknya Presiden Jokowi yang masih menjabat Presiden RI sekarang ini, sehingga ada harapan akan adanya ‘Jokowi’s effect’ dalam perhelatan Pemilu Nasional Serentak tahun 2024.

Sedangkan apa yang terjadi pada 16 Oktober 2023 di Mahkamah Konstitusi, dimana terdapat lima dari sembilan hakim konstitusi mengabulkan gugatan uji materi tentang syarat menjadi calon presiden dan wakil presiden, bisa dimaknai sebagai upaya jalan pintas untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres, melalui kuasa Ketua MK yang notabene adalah pamannya sendiri.

Politik jalan pintas, politik jalan tol, dan politik ‘mi instan’ atau istilah apapun yang dipakai dan tersaji kepada publik saat ini, sungguh sangat mengkhawatirkan masa depan demokrasi bangsa kita hari ini dan di masa yang akan datang. Dengan segala kuasa dan kekuasaan yang ada mencoba untuk menerabas “barikade” tatanan dan aturan yang ada demi mengejar sebuah kekuasaan semata.

Proses ‘laku’, proses pengkaderan, dan proses pendidikan politik untuk berkiprah di dunia politik, seakan-akan saat ini menjadi tidak penting lagi. Padahal sistem dan mekanisme demokrasi di Indonesia menempatkan kader dan representasi partai politik untuk mengisi berbagai posisi penting dalam pemerintahan. Kaderisasi dalam partai politik sangat penting dan menentukan kualitas SDM yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi upaya bersama segenap elemen bangsa.

Di masa depan, partai politik menjadi harapan dan representasi rakyat untuk turut serta menyelesaikan berbagai masalah dalam berbagai aspek pembangunan dan pemerintahan sesuai amanat Konstitusi. Sehingga partai politik juga diharapkan menjadi media penyerap aspirasi sekaligus komunikator dua arah yang efektif bagi pemerintah maupun rakyat.

Partai politik tidak hanya dijadikan tunggangan atau kendaraan oleh kelompok tertentu untuk kepentingan pribadi masing-masing guna memperoleh manfaat dan maslahat yang sifatnya pribadi. Tetapi partai hendaknya digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

Melihat fenomena politik di tanah air akhir-akhir ini, penulis menjadi ingat kata-kata Abraham Lincoln, ketika ia mengatakan: “Semua orang bisa mengatasi persoalan yang dihadapinya. Namun, jika hendak mengukur kualitas seseorang, berilah ia kekuasaan”. Dan semoga Indonesia saat ini masih baik-baik saja.

Oleh : Muries Subiyantoro