Opini  

Presiden Terpilih Versi Quick Count

Suprawoto, Bupati Magetan Periode 2018-2023.(Anton/Lensamagetan.com)

Pada tanggal 14 Pebruari 2024 menjadi hari istimewa bangsa Indonesia. Hari itu, jutaan pemilih berduyun-duyun mendatangi TPS yang telah ditetapkan. Dengan antuasias masyarakat memilih sesuai pilihan masing-masing. Wajar kalau semua kota di Indonesia terasa berbeda suasananya. Pagi itu jalan-jalan relatif lenggang.

Dari 204,8 juta pemilih yang terdaftar dalam DPT, kalau berpegang angka partisipasi pemilu 2019 sekitar 81 persen, berarti sekitar 163,84 juta pemilih akan mendatangi TPS. Menghitung suara demikian banyak, tentu memerlukan waktu yang cukup lama. Wajar kalau penetapan pemenang memerlukan waktu lebih dari sebulan. Karena pemilu 2024 masih dilaksanakan dengan cara manual.

Namun di era reformasi dan digital ini hasil Pemilu bisa diketahui lebih awal, sore harinya dari pelaksanaan. Tentu hasilnya mendahului dari pengumuman resmi dari KPU. Motode yang dipakai adalah quick count (hitung cepat) lewat motede statistik. Sebuah metode ilmiah yang telah teruji keandalannya.

Metode ini bisa digambarkan, sama kalau kita ingin mengetahui gula darah dalam tubuh kita. Untuk mengetahui penyakit diabetes melitus, cukup mengambil sampel darah lewat jarum suntik. Demikian juga ketika kita mau melihat siapa yang berpeluang besar menjadi pemenang pemilu, bisa diambil sampel.

Dengan mengambil sampling dengan metode tertentu, dan kemudian diolah dapat diketahui siapa yang akan menjadi pemenang pemilu sebelum ditetapkan oleh KPU secara real count.
Saat ini dari hasil perhitungan quick count beberapa lembaga survei, sudah diketahui bahwa Prabowo-Gibran menang satu putaran dengan memperoleh angka sekitar 58 persen. Dibandingkan dengan Anies-Muhaimin sekitar 25 persen dan Ganjar-Mahfud sekitar 17 persen. Menarik untuk dicermati, bagaimana proses sampai dengan kemenangan Prabowo-Gibran versi quick count ini.

Ketika masing-masing partai politik sudah menentukan koalisi dan capresnya, ternyata Prabowo-Gibran yang justru paling akhir melakukan deklarasi. Waktu Prabowo belum menentukan wakilnya, kontestasi saling serang melalui narasi lewat media mainstream maupun media baru belum nampak. Nampaknya masing-masing menunggu kemana arah dukungan Presiden Jokowi. Menurut beberapa pengamat, Jokowi merupakan pemilik kartu truf. Siapa yang didukung Jokowi kemungkinan menang akan besar.

Berbeda ketika, pasangan Prabowo-Gibran setelah melakukan deklarasi. Searangan terhadap Jokowi dan pasangan Prabowo-Gibran mulai deras. Proses Gibran mendampingi Prabowo sebagai wakil presiden dianggap melanggar etika, norma, cacat hukum dan sebagainya. Berbagai tuduhan-tuduhan terhadap Jokowi bermunculan, yang dianggap ikut cawe-cawe dalam pencalonan Gibran ramai di berbagai media.

Apalagi ketika hasil berbagai lembaga survei kemudian menghasilkan angka, bahwa Prabowo-Gibran akan menang satu putaran. Berbagai protes dari luar tim pemenangan semakin banyak bermunculan. Mulai lewat narasi, deklarasi keprihatinan yang dilakukan para guru besar berbagai universitas, maupun demo yang dilakukan mahasiswa.

Bahkan memasuki masa tenang, yang mestinya tidak boleh melakukan kampanye dan sejenisnya justru banyak bertebaran tayangan saling serang lewat berbagai platform medos. Bahkan yang paling menghebohkan ketika dalam masa tenang, diunggah sebuah film yang berjudul Dirty Vote. Sebuah film yang menceritakan soal desain rencana kecurangan pemilu. Tak heran kalau film itu baru diunggah sudah ditonton 7,2 juta kali.

Sebuah film yang menghebohkan. Dan film itu tentu bisa ditebak, menyerang siapa. Namun pertanyaannya, apakah semua serangan dengan berbagai cara tersebut mempengaruhi masyarakat untuk tidak memilih pasangan Prabowo-Gibran. Ternyata hasilnya tidak. Justru sebaliknya. Suara pasangan ini malah melejit. Menurut survei, diperkirakan pasangan Prabowo-Gibran menang satu putaran dengan perolehan suara sekitar 51 persen. Malah hasilnya quick count justru jauh melampui. Bahkan bisa mencapai sekitar 58 persen. Tentu angka ini, kalau hasilnya nanti sampai dengan penetapan sama, sungguh perolehan suara yang sangat mengejutkan.

Pertanyaannya kemudian mengapa bisa demikian? Kita coba lihat fakta sejarah perjalanan bangsa ini. Ketika Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia, seluruh rakyat secara gegap gempita menyambutnya. Untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih, apa saja diberikan. Bahkan nyawa sekalipun.

Di bawah kepemimpinan Sukarno-Hatta, dalam waktu singkat Indonesia menjadi negara sangat berpengaruh di dunia. Bayangkan, Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 yang dilaksanakan di Bandung telah menginspirasi kemerdekaan bangsa berbagai negara di Asia-Afrika. Figur Bung Karno telah menjadi simbol perlawanan negara kapitalis. Betapa bangganya rakyat Indonesia memiliki pemimpin kaliber dunia. Betapa bangganya menjadi warga negara Indonesia.

Walaupun kenyataan kehidupan masyarakat masih miskin. Hidup sangat susah, namun masyarakat seperti memahami dan melupakan kekurangan maupun penderitaan yang dialaminya. Bahkan ketika Bung Karno dianggap mulai menyimpang dari nilai demokrasi, kemudian Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden, banyak tokoh-tokoh yang kemudian berseberangan dipenjarakan, mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup rakyat tetap mencintainya dan bangga menjadi warga negara Indonesia.

Mungkin catatan sejarah akan berbeda, kalau seandainya Bung Karno memenuhi tuntutan elit politik untuk segera membubarkan PKI dipenuhi dalam peristiwa G30S PKI (baca Memenuhi Panggilan Tugas oleh AH Nasution). Dan ada yang meyakini bahwa peristiwa G30S PKI ada tangan asing ikut bermain untuk menjatuhkan Sukarno mengingat Sukarno lebih condong ke kiri dan condong masuk Blok Timur.

Orde Baru lahir, dan kemudian Suharto diangkat menjadi Presiden. Dalam perjalanan rezim Orde Baru juga menjadi otoriter. Namun kehidupan rakyat menjadi lebih sejahtera. Bahkan era kepemimpinan Suharto negara Indonesia sangat diperhitungkan dunia. Indonesia menjadi salah satu negara penggagas berdirinya ASEAN. Bahkan sekretarian ASEAN berada di Jakarta. Ekonomi tumbuh dengan pesat. Berbagai lembaga dunia meramalkan Indonesia akan menjadi macan Asia.

Teknologi penerbangan berkembang dengan kepiawaian tokoh penerbangan kelas dunia BJ Habibie. Produksi pesawat terbang canggih dimasanya berhasil diproduksi. Bahkan bisa diekspor ke berbagai negara. Betapa bangganya menjadi warga negara Indonesia yang sangat diperhitungkan dunia. Jadinya rakyat banyak juga tidak terlalu mempersoalkan sistem pemerintahan Orde Baru yang otoriter.

Sayang resesi ekonomi 1998 memporakporandakan pondasi ekonomi yang telah rapuh. Akibat pemerintahan yang dianggap KKN, para mahasiswa dan elite bergerak menurunkannya. Dan Suharto berkuasa terlalu lama, 35 tahun!!!!!. Jatuhnya Orde Baru juga ada yang berbendapat adanya tangan asing yang ikut bermain. Kita bisa lihat, bantuan IMF untuk menyelematkan ekonomi Indonesia salah satu syaratnya menghentikan program pesawat IPTN.

Demikian juga ketika Jokowi berkuasa. Banyak kebijakan, program dan pembangunan infrastruktur yang membanggakan bangsa Indonesia. Dulu tidak terbayangkan berbagai bidang infrastruktur bisa dibangun. Jalan tol di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi direalisasi. Jalur kereta api di Sulawesi juga dibangun. Sebentar lagi jalur kereta double track lintas tengah Jakarta-Surabaya sudah tersambung. Pelabuhan, bandara dan sarana transportasi diperbaiki dan dibangun. Harga bahan bakar menjadi satu harga di seluruh penjuru tanah air.

Moda Raya Terpadu (MRT) dibangun. Demikian juga kereta bawah tanah juga dibangun untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Bahkan sudah lama beroperasi. Yang terakhir, kereta cepat Jakarta-Bandung yang bisa menempuh waktu sekitar setengah jam sudah beroperasi.

Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke IKN bisa dieksekusi. Bahkan setiap presiden di negeri ini selalu mewacanakan pemindahan ibukota. Dimulai Sukarno yang akan memindahkan ke Palangkaraya. Namun di era Jokowi, mimpi itu mulai bisa diwujudkan. Betapa bangganya menjadi bangsa Indonesia saat ini, melihat kemajuan dan keadilan pembangunan yang telah dicapai yang selama ini diimpikan.

Berbagai kebijakan yang membawa eksistensi bangsa Indoneia diambil. Saham mayoritas Freeport bisa diambil alih. Hilirisasi sumber daya alam yang dulunya selalu ditentang berbagai negara yang selama ini memperoleh banyak keuntungan dari kebijakan ini, bisa dilakukan. Keberanian untuk menentang berbagai tekanan negara maju yang tidak menguntungkan Indonesia sungguh patut diapresiasi.

Tidak mengherankan bila kemudian menurut survei dari berbagai lembaga, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah tembus di atas 75 persen.

Tingkat kepuasaan dan kecintaan terhadap Jokowi, menurut banyak pengamat sangat mempengaruhi kemana Jokowi memberikan dukungan terhadap capres. Walaupun Jokowi sendiri tidak secara verbal telah mendukung salah satu capres, namun semua tahu Prabowo-Gibran yang tentu menjadi pilihan penerusnya. Tentu harapan masyarakat pembangunan yang telah dicapai, bisa dilanjutkan oleh penerusnya.

Serangan bahkan hujatan yang diarahkan ke Jokowi dari berbagai kalangan, dengan berbagai bentuknya sebelum pelaksanaan pemilu, ternyata tidak menyurutkan rakyat untuk tetap menentukan pilihannya senafas dengan pilihan Jokowi.

Pasangan Prabowo-Gibran menurut quick count telah memenangkan kontestasi pilpres 2024. Saya jadi ingat pesan pemimpin China Deng Xiaoping,”Tak peduli kucing itu hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus.” Dan terbukti China telah mencapai kemajuan luar biasa!!!!!

*Catatan tulisan ini dimuat juga di Jawa Pos Radar Magetan, Magetankita.com, Lensamagetan.com, Intijatim.id dan Seputarjatim.co.id.