MATARAM (Lensamagetan.com) – Marak berdirinya Partai Partai Baru di tanah air patutlah di apresiasi sebagai salah satu pilar dalam memperkuat demokratisasi. Selain itu muncul Partai Baru harus dimaknai pula sebagai ajang untuk membentuk karakter kepemimpinan yg tangguh melalui ideologi politik yang dianut.
Seperti diketahui, jelang Pemilu 2024 setidaknya muncul partai baru yg diinisiasi oleh Tokoh Nasional, misalnya Fahri Hamzah menggagas Pembentukan Partai Gelora. Kemudian Amin Rais dengan Partai Ummat. Kemudian ada pula Partai Rakyat Adil Makmur disingkat PRIMA.
Selain itu ada juga Partai-Partai yang pernah ikut konstestasi seperti Perindo, PSI , dll terlihat mulai ‘serius’ menata organisasi dan struktur partai agar perolehan kursi elektoralnya di Pemilu 2024 bertambah secara signifikan.
Terlepas dari semangat Pembaharuan yang dilakukan Partai Politik dalam menyongsong Pemilu 2024 mendatang, Lembaga Kajian Sosial Politik Mi6 melihat Pesta Demokrasi Rakyat ( baca : Pileg/Pilpres ) akan diwarnai oleh fenomena yang menarik yang menjadi ciri pembeda dari Pemilu periode sebelumnya, yakni kuatnya partisipasi politik rakyat/milenial dengan membawa platform Teknologi 4.0 dalam menyemarakan kontestasi Pemilu 2024.
“Mi6 menduga pada gelaran Pemilu 2024, keterlibatan Anak Muda Milenial dengan menggunakan platform teknologi modern akan mewarnai isu Pemilu 2024 dengan konten-konten branding media agar Pemilu terlihat lebih friendly, ringan dan menghibur,” kata Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH didampingi Kepala Litbang Mi6, drs Zainul Pahmi, M.Pd. melalui Siaran Pers , Sabtu ( 19/3 ).
Menurut lelaki yang akrab dipanggil didu ini menggarisbawahi, Pemilu 2024 adalah *Epilog Pertarungan Politik* yang menyertakan kemajuan IT sebagai cara mempengaruhi persepsi pemilih yang secara politik belum menentukan pilihan maupun afiliasi politiknya.
“Selain melakukan aksi kampanye turun kebawah, Pemilu 2024 akan diwarnai oleh sengitnya Perang Udara kaum milenial yang mengadopsi kecanggihan teknologi lewat berbagai platform media untuk menggeret pemilih pemula ,” ujar didu.
Isu Ikonik dan Modernisasi Teknologi sebagai Perekat Konstituen
Didu menilai modernisasi teknologi baru pada gelaran pemilu 2024 kelak harus pula dicermati secara serius oleh kontestan peserta pemilu karena berdampak pada perubahan perilaku dan persepsi politik konstituen.
” Revolusi kecanggihan teknologi masa depan harus pula dimaknai untuk mempermudah/ meringkas kerja politik yang manual ditingkat basis. Sehingga konstituen pada tingkatan paling grassroots memiliki up date informasi yang sama,” tandas mantan Direktur Walhi NTB dua periode ini.
Terkait keberadaan Partai Baru ataupun Partai Gurem di NTB agar eksistensinya tetap ada dalam persepsi publik perlu melakukan terobosan-terobosan ataupun mengkreasi isu sosial yang nyata, agar publik dapat merasakan langsung keberadaannya.
“Tantangan besar Partai Baru ataupun Partai Gurem di Pemilu 2024 dimata votters, khususnya pada pemilih terdidik adalah bagaimana menyakinkan persepsi dan pilihan politiknya tidak ke lain hati parpol lain,” ulas didu sembari menambahkan perlu ada design dan strategi politik agar partai baru / partai gurem perlu menset-up ikonik yang menjadi ‘perekat persepsi pemilih.
Sementara itu Kepala Litbang Mi6 , Zainul Pahmi menambahkan secara umum pemilih atau votters terbagi dua yakni Pemilih ideologi yang telah menentukan afiliasi politiknya. Kedua, Floating Mass atau Massa Mengambang yang secara ideologi tidak memiliki keterikatan dengan afiliasi politik manapun. Dan Ceruk kategori Floating Mass bisa dilihat dari ketidakpedulian mereka terhadap Pemilu.
“Jika Pemilih ideologi sudah jelas kantong dan pilihan politiknya, maka untuk meraih simpati pemilih yang kategori floating mass ini perlu treatment khusus , salah satunya menggunakan platform teknologi karena mayoritas pemillih massa mengambang kebanyakan friendly dengan Gadget. Maka cara pendekatannya harus melalui dunia yang digelutinya agar lebih mudah diakses dan dipahami secara simpel,” pungkas Zainul Pahmi.(ton/red)