MAGETAN (Lensamagetan.com) – Menjelang Pilkada serentak 2024 yang sebentar lagi dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur termasuk di Kabupaten Magetan
Bawaslu Kabupaten Magetan terus berupaya melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran.
Ketua Bawaslu Magetan, M.Kilat Adinugroho Syaifullah mengatakan, bahwa salah satu upaya pencegahan pelanggaran itu adalah dengan melakukan identifikasi dan pemetaan kerawanan Pemilihan Tahun 2024 berbasis pada data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Tahun 2024.
“Indeks Kerawanan Pilkada ini tentunya berdasar kajian di lapangan, dan mendasar pada hasil evaluasi Pelaksanaan Pemilu Tahun 2024 kemarin,” jelas Kilat.
Dijelaskan Kilat, dari identifikasi dan pemetaan kerawanan Pemilihan Tahun 2024 itu, Bawaslu Magetan mencatat beberapa kerawanan pelanggaran dalam Pemilihan Serentak 2024, yaitu :
1. Penyusunan dan Pemutakhiran Data Pemilih.
Proses Penyusunan daftar pemilih pada pemilihan berpotensi terjadi pelanggaran. Seperti pemilih yang seharusnya memenuhi syarat (MS) menjadi Tidak Memenuhi Syarat (TMS), begitu juga sebaliknya. Potensi hilangnya hak pilih juga bisa terjadi di TPS Loksus, seperti di Ponpes Temboro atau Rumah Tahanan (Rutan).
2. Letak Geografis dan Bencana Alam.
Beberapa TPS di Magetan, berada di daerah (Kecamatan) yang rawan terjadi bencana longsor saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
3. Hoaks dan Intimidasi Pemilih.
Intimidasi kepada calon menjadi isu yang rawan terjadi pada pemilihan Tahun 2024. Karena persaingan ketat atau head to head antar pasangan calon. Informasi hoax juga berpotensi terjadi pada kontestasi Pilkada serentak Tahun 2024.
4. Isu Keamanan Penyelenggaraan Pilkada.
Keamanan dalam penyelenggaraan pemilu menjadi isu yang rawan dikarenakan hal ini terjadi pada Pemilu Tahun 2024 di Kabupaten Magetan, yaitu terjadi pengerusakan alat peraga kampanye dari peserta Pemilu 2024.
5. Netralitas ASN/TNI/POLRI/Kades/ Perangkat Desa.
Ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) TNI/Polri, juga Kepala Desa dan perangkat desa, berpotensi terjadi pada pemilihan serentak 2024. Mereka yang seharusnya netral akan tetapi membuat tindakan atau kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
6. Politik Uang.
Politik uang untuk mempengaruhi pemilih agar memilih salah satu pasangan calon berpotensi terjadi pada Pemilihan Serentak Tahun 2024. Politik uang dilakukan untuk mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya.
7. Konflik Antar Pendukung Pasangan Calon.
Hal itu juga berpotensi terjadi pada Pemilihan serentak tahun 2024 mendatang. Masing-masing pendukung calon berupaya semaksimal mungkin memenangkan pasangan calon yang diusungnya, sehingga terkadang menghalalkan segala macam cara yang berakibat terjadinya konflik antar pendukung pasangan calon.
8. Keberatan Terhadap Hasil Pemilu.
Ini bisa terjadi saat Pasangan Calon atau partai pengusung tidak terima terhadap hasil rekapitulasi, sehingga mereka mengajukan permohonan sengketa kepada Mahkamah Konstitusi.
“Dari mitigasi yang telah kami lakukan itu, Bawaslu melakukan beberapa upaya pencegahan, seperti melakukan sosialisasi dan pendidikan politik ke masyarakat, memberikan imbauan ke KPU atau Partai Politik, juga bekerjasama dengan stake holder yang ada,” ujarnya.
Kilat juga mencontohkan soal pemutakhiran data Pemilih, bahwa dari awal, Bawaslu telah melakukan pengawasan melekat, agar semua hak pilih warga bisa terjaga. Begitu juga sebaliknya, warga yang tidak mempunyai hak memilih, tidak masuk di dalam daftar pemilih.
“Pada prinsipnya Bawaslu melakukan pengawasan di setiap tahapan, memastikan pelaksanaan Pilkada serentak ini sesuai dengan regulasi,” tutupnya.(ton/red)