Opini  

Kegagalan Tim Sepak Takraw Putri Dukuh Kantong Bolong

Rudi Setiawan (Rugos) salah satu aktivis di Kabupaten Magetan.(Lensmagetan.com/Istimewa)

MAGETAN (Lensamagetan.com) – Warung Krikit di sudut Dukuh Kanthong Bolong, Warung Krikit milik Kang Brodin ramai malam ini. Cahaya lampu teplok menerangi meja kayu yang penuh gelas kopi, tempat warga berkumpul membahas isu panas: kegagalan tim sepak takraw putri Dukuh Kanthong Bolong bertanding di Porprov Jawa Timur ke-9 di Malang Raya. Para atlet dan pelatih sudah mengembalikan uang Rp 4 juta lebih serta 8 tas perlengkapan karena dianggap “kurang layak” oleh Pengurus Cabang (Pengcab) PSTI Dukuh Kanthong Bolong. Alasannya, katanya,skill, kecepatan, dan fisik kurang, meski tim ini juara 3 Kejurprov 2024.

Brodin, pemilik warung yang jago menganalisis dinamika kehidupan, membuka diskusi sambil mengipasi tungku. “Dinamika ini aneh, rek. Atlet putri sepak takraw sudah latihan mati-matian,

TC berbulan-bulan, eh tiba-tiba dibatalkan berangkat gara-gara katanya skill kurang. Padahal juara 3 Kejurprov! Uang sama tas dikembalikan, tapi semangat anak-anak patah. Ini keputusan apa, toh? Transparan apa sepihak?”

Sukma, aktivis LSM Sukar Maju yang selalu bawa map tebal tapi tak paham isinya, langsung nyamber. “Ini pasti konspirasi elit olahraga! Kita harus bikin… eh, apa ya? Pokoknya, kita demo minta keadilan buat atlet!” Sukma garuk-garuk kepala, lupa tugas pokok LSM-nya.

Polkah, si pemulung yang suka memprovokasi, menyela dengan nada pesimis sambil memainkan karung plastiknya. “Di Malaysia, atlet junior didukung penuh, loh! Di sini? Dibatalkan cuma karena katanya kurang skill. Mending kita jual isu ini ke medsos, biar heboh! Saya kenal makelar bagus di kota.” Ia terkekeh sinis, tapi matanya penuh kekecewaan.

Puyeh, wartawan Pecah Kongsi Post yang beritanya selalu membingungkan, sibuk mengetik di ponsel layar retak. “Ini headline bagus: Atlet Putri Dukuh Kanthong Bolong Di-PHP PSTI ! Tapi, eh, bener nggak sih tes dari Unesa itu ? Pokoknya saya tulis dulu, biar rame!” Puyeh tersenyum lebar, meski semua tahu beritanya bakal bikin pembaca pusing.

Somad, modin buta huruf yang bijaksana, mengangguk pelan sambil memutar tasbih. “Dalam hadis, Rasulullah bilang, man ‘amila bil ‘adli yakun ma’allah—siapa yang berbuat adil, dia dekat dengan Allah. Keputusan ini nggak adil buat anak-anak yang sudah berlatih. Solusinya, ajak PSTI ke masjid, ngobrol soal amanah. Kalau nggak, ya kita doain biar insyaf.” Warga nyengir, tahu Somad tulus meski idenya polos.

Sastro Ubed, ahli adat yang analisisnya selalu ngelantur, ikut nimbrung dengan gestur dramatis. “Ini gara-gara kita lupa tradisi! Dulu, atlet wajib upacara njem semangat sebelum bertanding. Sekarang? Cuma dites Unesa, langsung dicoret! Saya usul, lain kali PSTI wajib adain ritual adat biar keputusan adil.” Warga geleng-geleng, tahu ide Sastro absurd Jamal, hansip desa yang sok bergaya intel, menepuk meja dengan buku catatannya. “Ini pelanggaran UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 4 ayat 1! Rakyat berhak tahu hasil tes Unesa itu! Kalau nggak transparan, saya laporkan ke Pak Camat, minimal ke grup RW atau Grup WA.!” Jamal menyisir rambut disemirnya, berpose ala detektif.

Obrolan semakin riuh, sampai Brodin berdiri dan memotong. “Cukup, rek! Kalian ini kayak kaset nglokor dan ruwet, ribut tapi nggak maju. Dinamika hidup itu butuh aksi, bukan cuma ngomel!

Sambil ngomel Kang Brodin memberi perintah !!!

Sukma, pelajari dulu tugas LSM, bikin laporan buat Pemkab soal dukungan atlet. Cari info mengenai perlengkapan PORPROV belinya dimana !!!

Polkah, stop provokasi, ajak warga dukung moral anak-anak atlet biar tidak drop.

Puyeh, tulis berita yang jelas, jangan cuma buru viral. Minta info ke UNESA terkait hasil tes nya.

Somad, teruskan nasihat bijakmu di pengajian. Dan adakan Ruqyah masal buat pemangku Olah Raga di Dukuh Kanthong Bolong.

Sastro, belajar adat yang bener sebelum kasih saran. Cari info berapa anggaran PORPROV.

Jamal, awasi desa, tapi jangan cuma gaya. Minta kajian perkembangan Olah Raga by data pada KONI.

Gerak sekarang, sesuai kapasitas kalian broooooooo!”Warga terdiam, lalu bubar dengan semangat baru. Warung Krikit kembali sunyi, hanya suara jangkrik mengisi malam.

Cerita ini menyindir keputusan sepihak PSTI Dukuh Kanthong Bolong yang membatalkan keberangkatan tim sepak takraw putri, mengabaikan jerih payah atlet dan dampak mental mereka.

Ketidakadilan ini mencerminkan kurangnya dukungan terhadap atlet lokal yang berjuang mengharumkan nama daerah. UU Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14/2008) menegaskan hak rakyat untuk tahu proses pengambilan keputusan, termasuk hasil tes yang jadi alasan pembatalan.

Kritik membangun dari cerita ini adalah perlunya transparansi dalam pengelolaan olahraga, serta dukungan nyata dari pemerintah dan masyarakat untuk atlet, agar mereka mendapat kesempatan bertanding dan berkembang tanpa hambatan birokrasi yangtidak jelas.Xi xi xi.

Catatan: Semua karakter dan cerita dalam Warung Kita adalah fiktif. Kesamaan dengan kenyataan adalah kebetulan semata.

Tinggalkan Balasan