Masterplan Sirkuit di Parang

Suprawoto, Bupati Magetan Periode 2018-2023.(Anton/Lensamagetan.com)

MAGETAN (Lensamagetan.com) – Saya agak terkejut ketika dapat WhatsApp dari Bagian Prokopim Pemda Magetan yang isinya tanggal 19 Desember 2023 diminta hadir bersama Pj Bupati untuk hadir pada acara “Malam Apresiasi Insan Kepemudaan dan Olahraga Jawa Timur serta Launching Masterplan Pembangunan Sirkuit Magetan.” Keterjutan saya, mengingat saya sudah tidak lagi menjabat sejak 24 September 2023. Mengapa kok diundang.

Namun setelah saya renungkan, mungkin gagasan itu muncul ketika saya masih menjabat bupati. Dan memang gagasan itu muncul ketika melihat kenyataan, bahwa telah lahir pembalap kelahiran Magetan yang telah mempunyai reputasi internasional yaitu Mario dan Adenanta. Dua pemuda yang telah membuka mata cara pandang berbeda dari kebanyakan pemuda saat ini.

Demikian juga orang tua, yang selalu memandang keberhasilan anak itu dari kacamata mainstream. Orang tua dianggap hebat mendidik anak-anaknya bila bisa mengantarkan anaknya menjadi dokter, insinyur atau sampai pendidikan jenjang S3. Selalu mengukur keberhasilan anak dari kacamata mainstream tadi.

Jarang orang tua yang mau mengembangkan bakat anaknya. Ukuran yang dipakai selalu dari ukuran bajunya atau masyarakat umumnya.
Magetan beruntung. Lahir seorang anak yang luar biasa. Tidak hanya prestasi di bidang olahraga yang luar biasa. Akan tetapi prestasinya bisa ikut merubah cara pandang orang tua selama ini dalam merealisasikan cita-cita putra-putrinya. Yang biasanya, selalu menghindarkan sejauh mungkin resiko. Apalagi nyawa putra-putri tercintanya.

Akhir tahun 2018 saya mulai akrab dengan orang tua Mario Suryo Aji. Orang tua yang luar biasa. Seorang yang dulunya adalah juga pembalap. Yang mendidik putra-putrinya sesuai passion-nya. Tentu sedikit orang tua, apalagi orang Jawa yang punya pandangan demikian terbuka terhadap masa depan putra-putrinya.

Umumnya orang Jawa, apalagi wilayah Mataraman seperti Magetan. Pasti sebagian besar menginginkan anak-anaknya menjadi priyayi. Sebuah simbol status yang menjadi impian orang tua Jawa. Clifford Geertz dalam karyanya yang luar biasa “Abangan, Santri, Priyayi-dalam masyarakat Jawa” menguraikan posisi priyayi dalam masyarakat Jawa.

Dalam salah satu diskusi dengan informannya, priyayi menurut pandangan orang Jawa adalah orang yang mengerjakan pekerjaan halus (alus), yakni mereka yang bekerja di pemerintahan. Awalnya priyayi adalah keturunan atau darah bangsawan.

Karena perkembangan jaman, priyayi bisa diperolah karena pekerjaan.
Dulu orang tuanya petani, pedagang namun karena pendidikan bisa masuk di bidang pemerintahan. Akhirnya bisa memperoleh predikat sebagai proyayi. Tentu pekerjaan yang halus dan kemudian mengikuti gaya hidup priyayi menjadi cita-cita bawah sadar kebanyakan masyarakat Jawa.

Kita masih diingatkan kudangan orang tua kita terhadap anak atau cucunya, “mbesok yen gedhe dadi apa? Yang kemudian dijawab sendiri. “Tak dongake mbesok dadi dokter, insinyur ya. Sekolah sing pinter,” demikian kekudangan orang Jawa pada umumnya. Ya dengan sekolah yang tinggi akan terjadi mobilitas vertikal. Perubahan status sosial, dari masyarakat biasa menjadi priyayi.

Sekolah tinggi menjadi sarana bagus. Jangan heran kalau orang Jawa umumnya akan ngudi kepada pendidikan putra-putrinya. “Luwih becik mangan sega aking, nanging anak-anake bisa sekolah,” menjadi pandangan hidupnya. Dan keberhasilan ngentaskan putra-putrinya menjadi priyayi menjadi tolok ukur keberhasilan orang tua dalam mendidik putra-putrinya.

Tidak mengherankan kalau setiap rekrutmen CPNS selalu diserbu peminat. Bahkan segala cara ditempuh. Kita bisa lihat, model rekrutmen CPNS saat ini yang sudah transparan dan tidak mungkin (kecil) ada permainan masih saja banyak masyarakat yang terpedaya. Dengan membayar uang puluhan bahkan ratusan juta dijanjikan menjadi CPNS masih saja juga banyak yang percaya.

Saya sungguh sangat kagum kepada ayah Mario, alm Mas Hartoto. Orang tua yang mempunyai cara pandang anti mainstream. Saya jadi ingat ketika beliau bertemu dengan saya kemudian terjadi diskusi. Maaf kalau saya bertemu sering berbahasa Jawa campur-campur.

“Mas panjenengan itu orang tua yang luar biasa. Menjungkirkan balikkan pandangan orang pada umumnya. Saja jujur tidak bisa berpikir seperti panjenengan dalam mendidik putra-putri panjenengan. Khususnya dalam mendidik Mario. Mulai kecil sudah panjenengan ikuti kemauan anak. Belajar naik sepeda motor. Mulai kecil sudah mengikuti lomba!” demikian sepenggal dialog saya dengan ayah Mario.

Saya juga sampaikan, umumnya orang tua anaknya baru belajar naik sepeda saja selalu diingatkan agar hati-hati. Demikian juga ketika naik sepeda motor tak henti-hentinya dipelbagai kesempatan selalu mengingatkan. Ayah Mario demikian tatag putranya berlaga di setiap lomba.

Tentu, keberhasilan Mario sedikit banyak bisa merubah pandang mainstream orang tua dan anak muda. Anak hebat atau orang tua hebat tidak hanya bila anak menjadi dokter, insinyur, dan gelar lainnya. Kemudian menjadi priyayi.

Profesi seperti pembalap kalau ditekuni akan membuahkan hasil yang juga luar biasa. Keyakinan orang tua Mario membuahkan hasil. Salah satu putra terbaik Magetan yang sangat belia, juga Jawa Timur bahkan Indonesia telah membawa nama harum bangsa. Berlaga di ajang balap motor tingkat dunia. Tentu prestasi ini bisa menginspirasi anak-anak muda Indonesia.

Anak muda Magetan ada yang mengikuti jejak Mario yaitu Mohammad Adenanta. Dua tahun yang lalu saya sengaja menerima keduanya. Harapan saya, selain memberi semangat keduanya, juga mengharap anak-anak muda Magetan yang memiliki talenta, bisa mengikuti jejaknya. Contoh baik telah ada.

Akhir tahun kemarin Sirkuit Mandalika selesai dibangun. Dengan Panjang lintasan 4,32 kilometer ini dibangun di kawasan wisata kelas dunia Lombok. Tentu sirkuit ini menjadi salah satu tempat olahraga kebanggaan Indonesia. Sebuah tempat yang nantinya akan menjadi ajang realisasi mimpi pembalap muda Indonesia.

Pertengahan bulan Maret 2022 tahun kemarin digelar MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika. Dan Mario ikut berlaga. Demikian juga tanggal 13-15 Oktober 2023 kemarin Tentu sebagian warga Magetan telah melihat langsung. Selain juga digelar acara-acara nonton bareng lewat siaran langsungnya.

Pembangunan Sirkuit Mandalika salah satu maksudnya ingin lebih menggerakkan perekonomian khususnya pariwisata melalui olahraga. Namun kebetulan juga pada saat yang sama pembalap muda Indonesia Mario sedang menanjak naik prestasinya. Apa tidak boleh kalau kemudian saya mengatakan pembangunan Sirkuit Mandalika seolah juga untuk menyediakan tempat bagi Mario untuk menunjukkan prestasinya.

Prestasi Mario juga diikuti Adenanta juga putra asli kelahiran Magetan di tingkat Asia Road Racing Championship (ARRC). Dua orang pembalap internasional telah lahir di Magetan. Tentu bagi saya prestasi dua anak ini sebagai momentum. Ya momentum untuk memberikan warna lain olahraga di Magetan.

Kalau selama ini sepak bola, bola volley yang sudah demikian merakyat mengapa tidak kemudian juga motor balap. Yang justru marak malah balapan liar di jalan. Mengapa terjadi? Karena memang sarana balap yang belum ada. Oleh sebab itulah momentum itu datang, ketika bulan Maret 2022 di Mandalika saya bersama Ibu Gubernur Jatim bersama melihat Mario berlaga.
Pada kesempatan bertemu berdua, saya utarakan bahwa prestasi Mario adalah momentum.

Kehadiran Mario di Mandalika untuk ikut gerlaga harus disikapi oleh kita sebagai momentum membangkitkan olahraga balap motor. Dan pada kesempatan itu saya sampaikan sebaiknya Magetan memiliki sirkuit sebagai tempat anak-anak muda berpotensi untuk berlatih dan berlomba.

Gayung bersambut. Ibu Gubernur sanggup membantu. Dan tanggal 19 Desember 2023 malam di GOR Basket Kertajaya Surabaya di-launching oleh Ibu Gubernur masterplan sirkuit Magetan. Kalau sirkuit di Magetan (yang nantinya terletak di Kec Parang) terwujud, kita tentu boleh bermimpi akan lahir pembalap-pembalap yang lebih hebat dari Mario. Dan itu lahir di Magetan.

Penulis: Bupati Magetan Periode 2018-2023, Dr. Drs. H. Suprawoto, S.H, M.Si.